BUDAYA
ANTRI
Antrian merupakan suatu kejadian yang biasa terjadi
pada kehidupan sehari-hari. Menunggu di depan loket kereta, bank, bioskop atau
mengantri di kasir supermarket, dan di situasi-situasi lain yang sering
ditemui. Saya rasa semua orang juga
sudah paham apa yang dimaksud dengan antri. Budaya tertib dalam menunggu
giliran. Kurang lebih seperti itulah artinya. Antri, sesungguhnya adalah hal
paling sederhana, hal yang sebenarnya paling mudah untuk dilaksanakan. Tidak
memerlukan biaya dan tidak membutuhkan pelatihan khusus. Hanya mengantri
butuh kesabaran dan kemauan untuk mendahulukan kepentingan umum.
Antri juga mencerminkan seperti apa watak dan perilaku yang
dimiliki seseorang apakah dia sabar atau tidak.
Saya mengambil contoh
pada situasi di bank dimana bank tersebut berada di dalam kawasan kampus karena
bang tersebut ditujukan untuk melayani mahasiswa yang ingin membayar kebutuhan
kuliah seperti spp dan lain-lainnya. situasi di bank tersebut sudah diatur
dengan memberikan nomer urut mengantri kepada nasabah yang berkepentingan untuk
di panggil oleh teller, sehingga para nasabah disini hanya perlu menunggu
giliran di panggil karena sudah mempunyai nomer urut. Keterampilan sosial yang
perlu di lakukan karena meskipun sudah mempunyai nomer urut tetap saja harus
menuggu dan menunggu itu perlu kesabaran, terkadang saya menemukan ketika di
bank ada seseorang yang ngotot ingin di dahulukan karena dia punya kepentingan
lagi yang mengharus kan dia untu cepat-cepat. Tetapi pihak bank tidak
mengizinkan karena tetap harus menunggu. Saya juga mempunyai pengalaman
mengenai mengantri, pengalaman saya hamper sama dengan pengalaman yang
diceritakan oleh Dr. Nana supriatna. M.Ed selaku dosen mata kuliah Pengembangan
keterampilan sosial, yaitu ketika saya berbelanja di salah satu supermarket.
Waktu itu sepulang
kuliah saya menyempatkan mampir ke supermarket tersebut untuk berbelanja
kebutuhan sehari-hari, dan ketika saya mengantri menunggu giliran tiba-tiba ada
bapak-bapak yang menyerobot ke depan saya dan saya perhatikan bapak-bapak
tersebut berpenampilan seperti orang yang high class. Keterampilan sosial yang
saya lakukan pada saat itu adalah mencoba menegur bapak tersebut dengan senyum
terhangat saya berkata “bapak punten saya sudah terlebih dahulu disini” tetapi
apa yang terjadi? Ya bapak tersebut menoleh ke arah saya dengan wajah jutek
mata melotot dan berkata “saya buru-buru”. Betapa kagetnya saya, saya pikir
orang yang high class seperti bapak itu punya keterampilan sosial atau
kesabaran atau mengerti akan budaya antri tapi demi kepentingan diri sendiri bapak
tersebut menghilangkan kepedulian terhadap kepentingan umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar